JAKARTA - Untuk menjaga nama baik Indonesia di mata dunia, pemerintah diminta menindak tegas LSM asing, seperti Rainforest Action Network (RAN) yang melakukan kampanye negatif terhadap terhadap produk-produk Indonesia. Apalagi bila kampanye negatif tidak disertai bukti akurat, sudah sewajarnya membawa masalah tersebut ke ranah hukum.
Hal ini disampaikan politisi senior PKS Hidayat Nur Wahid menanggapi kecaman LSM asing RAN terhadap Indonesia, beberapa hari setelah Presiden menerima penghargaan di bidang lingkungan dari tiga LSM internasional di New York, Selasa (26/9/2012).
"RAN harus mempertanggungjawabkan laporan itu kepada pemerintah Indonesia. Jika laporan itu palsu, pemerintah wajib bertindak untuk menjaga harga diri Indonesia. Karena jelas hal itu merupakan pencemaran nama baik Indonesia di mata dunia," ungkap Hidayat kepada wartawan di Jakarta, Kamis (18/10/2012).
Beberapa waktu lalu, RAN menuduh kebijakan pemerintah Indonesia di bidang industri, kerap mengorbankan lingkungan dan satwa langka demi kepentingan bisnis serta mendesak perusahaan-perusahaan di luar negeri agar tidak membeli hasil hutan Indonesia.
Kepada media massa luar negeri, LSM tersebut menuding Indonesia sebagai penghasil emisi karbon terbesar ketiga di dunia dan tidak melindungi populasi harimau Sumatera. RAN bersama Disney, perusahaan raksasa Amerika, kemudian mengumumkan kebijakan Disney bahwa mereka akan menghentikan pengadaan produk hasil hutan dari Indonesia. Alasannya hasil hutan Indonesia merupakan high risk region (daerah beresiko tinggi). Padahal selama ini Disney tidak pernah mengimpor bahan baku dari Indonesia. Sementara di sisi lain, produk Disney dengan leluasa merajai pasar dalam negeri Indonesia.
Hidayat tidak menampik laporan RAN merupakan bagian dari konspirasi untuk menjatuhkan perekonomian nasional. Agar lebih jelas, Hidayat meminta pemerintah meminta pertanggungjawaban RAN terutama terkait pendanaan mereka.
"Bisa saja konspirasi RAN dan LSM asing di Indonesia terjadi. Itu sebabnya, pemerintah meminta saja laporan mereka. Ini perlu untuk menentukan sikap apa yang harus ditempuh," papar mantan Ketua MPR ini.
Hidayat mengatakan, jika RAN dan LSM asing di Indonesia ternyata terbukti hanya melakukan kampanye hitam terhadap Indonesia, pemerintah tidak usah ragu mengambil langkah tegas.
"Segera tindak saja. Tidak perlu ragu," tandasnya.
Di tempat terpisah, tokoh NU Salahuddin Wahid juga mendesak pemerintah segera bertindak cepat mengatasi gencarnya kampanye LSM asing di dalam maupun luar negeri. Apalagi motif persaingan dagang cukup kental di balik serangan terhadap Indonesia
"Motif persaingan dagang itu bisa saja ada di balik itu," kata Gus Sholah, sapaan Salahuddin Wahid.
Gus Sholah menjelaskan, sebelum kampanye negatif semakin merebak, perlu data dan kejelasan tentang luas hutan yang tiap tahun yang sebenarnya.
"Di sinilah pemerintah perlu bergerak cepat. Sebab, data antara pemerintah dan LSM selama ini selalu berbeda. Jangan sampai data yang simpang siur itu berubah menjadi kampanye yang menyesatkan," urainya.
Diakuinya, kampanye menyesatkan itu hanya akan merugikan perekonomian Indonesia. Apalagi, jika kampanye tersebut sampai ditunggangi oleh motif persaingan dagang.
"Jangan sampai berdampak luas seperti memboikot hasil produk kehutanan," ujar Pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng ini.
Untuk itu, bisa saja pemerintah menggandeng lembaga independen guna menghindari kesimpangsiuran data terkait deforestasi.
"Sehingga data yang diperoleh tidak lagi membuat masyarakat semakin bingung," katanya lagi.
Sumber
Hal ini disampaikan politisi senior PKS Hidayat Nur Wahid menanggapi kecaman LSM asing RAN terhadap Indonesia, beberapa hari setelah Presiden menerima penghargaan di bidang lingkungan dari tiga LSM internasional di New York, Selasa (26/9/2012).
"RAN harus mempertanggungjawabkan laporan itu kepada pemerintah Indonesia. Jika laporan itu palsu, pemerintah wajib bertindak untuk menjaga harga diri Indonesia. Karena jelas hal itu merupakan pencemaran nama baik Indonesia di mata dunia," ungkap Hidayat kepada wartawan di Jakarta, Kamis (18/10/2012).
Beberapa waktu lalu, RAN menuduh kebijakan pemerintah Indonesia di bidang industri, kerap mengorbankan lingkungan dan satwa langka demi kepentingan bisnis serta mendesak perusahaan-perusahaan di luar negeri agar tidak membeli hasil hutan Indonesia.
Kepada media massa luar negeri, LSM tersebut menuding Indonesia sebagai penghasil emisi karbon terbesar ketiga di dunia dan tidak melindungi populasi harimau Sumatera. RAN bersama Disney, perusahaan raksasa Amerika, kemudian mengumumkan kebijakan Disney bahwa mereka akan menghentikan pengadaan produk hasil hutan dari Indonesia. Alasannya hasil hutan Indonesia merupakan high risk region (daerah beresiko tinggi). Padahal selama ini Disney tidak pernah mengimpor bahan baku dari Indonesia. Sementara di sisi lain, produk Disney dengan leluasa merajai pasar dalam negeri Indonesia.
Hidayat tidak menampik laporan RAN merupakan bagian dari konspirasi untuk menjatuhkan perekonomian nasional. Agar lebih jelas, Hidayat meminta pemerintah meminta pertanggungjawaban RAN terutama terkait pendanaan mereka.
"Bisa saja konspirasi RAN dan LSM asing di Indonesia terjadi. Itu sebabnya, pemerintah meminta saja laporan mereka. Ini perlu untuk menentukan sikap apa yang harus ditempuh," papar mantan Ketua MPR ini.
Hidayat mengatakan, jika RAN dan LSM asing di Indonesia ternyata terbukti hanya melakukan kampanye hitam terhadap Indonesia, pemerintah tidak usah ragu mengambil langkah tegas.
"Segera tindak saja. Tidak perlu ragu," tandasnya.
Di tempat terpisah, tokoh NU Salahuddin Wahid juga mendesak pemerintah segera bertindak cepat mengatasi gencarnya kampanye LSM asing di dalam maupun luar negeri. Apalagi motif persaingan dagang cukup kental di balik serangan terhadap Indonesia
"Motif persaingan dagang itu bisa saja ada di balik itu," kata Gus Sholah, sapaan Salahuddin Wahid.
Gus Sholah menjelaskan, sebelum kampanye negatif semakin merebak, perlu data dan kejelasan tentang luas hutan yang tiap tahun yang sebenarnya.
"Di sinilah pemerintah perlu bergerak cepat. Sebab, data antara pemerintah dan LSM selama ini selalu berbeda. Jangan sampai data yang simpang siur itu berubah menjadi kampanye yang menyesatkan," urainya.
Diakuinya, kampanye menyesatkan itu hanya akan merugikan perekonomian Indonesia. Apalagi, jika kampanye tersebut sampai ditunggangi oleh motif persaingan dagang.
"Jangan sampai berdampak luas seperti memboikot hasil produk kehutanan," ujar Pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng ini.
Untuk itu, bisa saja pemerintah menggandeng lembaga independen guna menghindari kesimpangsiuran data terkait deforestasi.
"Sehingga data yang diperoleh tidak lagi membuat masyarakat semakin bingung," katanya lagi.
Sumber
0 komentar:
Posting Komentar