Foto : Suratkabar Charlie Hebdo
WASHINGTON - Gedung Putih menilai, munculnya kartun Nabi Muhammad di salah satu suratkabar Prancis, Charlie Hebdo, sangat menghina. Insiden itu sangat berpotensi menghasut warga.
"Kami tidak mempertanyakan apakah suratkabar ini layak untuk dipublikasikan. Kami hanya mempertanyakan 'keputusan' yang membuat suratkabar ini terpublikasi," ujar juru bicara Gedung Putih Jay Carney, seperti dikutip Associated Press, Kamis (20/9/2012).
Tindakan kontroversi dari pihak Charlie Hebdo langsung mengundang kecaman dari sejumlah pihak di Prancis, termasuk politisi dan pemuka agama. Mereka meminta Charlie Hebdo agar bertanggung jawab dan mencegah meluasnya konflik anti-Barat di kalangan umat Muslim.
Kemunculan kartun Nabi juga terjadi bersamaan dengan kontroversi film Innocent of Muslims di AS. Prancis pun makin khawatir, negaranya akan menerima nasib yang sama seperti AS, oleh karena itu, Negeri Mode langsung memerintahkan penutupan terhadap 20 kantor kedubesnya di negara lain.
Pemimpin Redaksi Charlie Hebdo Stephane Charbonnier hidup di bawah perlindungan polisi Prancis untuk setahun. Charbonnier pun membela tindakannya atas perilisan gambar kartun Nabi dengan mengatakan bahwa, dirinya hidup di bawah hukum Prancis dan tidak bertanggung jawab atas apapun yang terjadi.
Charlie Hebdo juga tidak menjelaskan, alasan-alasan dalam mempublikasikan kartun yang sangat menghina itu. Peristiwa ini juga bukan menjadi peristiwa pertama yang muncul di Prancis.
Perdana Menteri Prancis Jean-Marc Ayrault turut melontarkan kecamannya untuk menanggapi isu kartun Nabi. Ayrault mendesak agak pihak media tersebut menjaga sikapnya dan bertanggung jawab. Menteri Luar Negeri Laurent Fabius yang sedang berada di Mesir juga cukup kecewa dengan munculnya kartun kontroversi itu.
"Kami tidak mempertanyakan apakah suratkabar ini layak untuk dipublikasikan. Kami hanya mempertanyakan 'keputusan' yang membuat suratkabar ini terpublikasi," ujar juru bicara Gedung Putih Jay Carney, seperti dikutip Associated Press, Kamis (20/9/2012).
Tindakan kontroversi dari pihak Charlie Hebdo langsung mengundang kecaman dari sejumlah pihak di Prancis, termasuk politisi dan pemuka agama. Mereka meminta Charlie Hebdo agar bertanggung jawab dan mencegah meluasnya konflik anti-Barat di kalangan umat Muslim.
Kemunculan kartun Nabi juga terjadi bersamaan dengan kontroversi film Innocent of Muslims di AS. Prancis pun makin khawatir, negaranya akan menerima nasib yang sama seperti AS, oleh karena itu, Negeri Mode langsung memerintahkan penutupan terhadap 20 kantor kedubesnya di negara lain.
Pemimpin Redaksi Charlie Hebdo Stephane Charbonnier hidup di bawah perlindungan polisi Prancis untuk setahun. Charbonnier pun membela tindakannya atas perilisan gambar kartun Nabi dengan mengatakan bahwa, dirinya hidup di bawah hukum Prancis dan tidak bertanggung jawab atas apapun yang terjadi.
Charlie Hebdo juga tidak menjelaskan, alasan-alasan dalam mempublikasikan kartun yang sangat menghina itu. Peristiwa ini juga bukan menjadi peristiwa pertama yang muncul di Prancis.
Perdana Menteri Prancis Jean-Marc Ayrault turut melontarkan kecamannya untuk menanggapi isu kartun Nabi. Ayrault mendesak agak pihak media tersebut menjaga sikapnya dan bertanggung jawab. Menteri Luar Negeri Laurent Fabius yang sedang berada di Mesir juga cukup kecewa dengan munculnya kartun kontroversi itu.
0 komentar:
Posting Komentar